PRINSIP BAGI HASIL DI BANK SYARIAH
keinginan umat muslim untuk menjadi muslim yang kaffah. Dengan benar-benar
menjalankan syariah Islam dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk hal-hal
yang berkaitan dengan muamalah.135 Dengan adanya doktrin dalam syariah Islam
yang mengatakan bahwa bunga bank adalah haram karena termasuk riba.136
Sehingga diperlukan altenatif operasional perbankan yang berdasarkan syariah.
Teknik-teknik finansial yang dikembangkan dalam perbankan syariah adalah
tehnik-tehnik finansial yang tidak didasarkan bunga, tetapi didasarkan pada profit
and loss sharing principle (PLS).137
Prinsip utama yang dianut oleh bank Islam adalah:138
1. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi.
2. Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada perolehan
keuntungan yang sah menurut syariat dan memberikan zakat.
Perbankan tanpa bunga sebagai lembaga intermediasi mulai diakui
dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang aturan
pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang
Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.139 Dengan adanya UUP, landasan hukum
operasional bank syariah lebih jelas dan lebih luas dalam pengembangan bank
tanpa bunga yang disebut Bank berdasarkan prinsip syariah.140 Hal ini dapat
dilihat dalam pasal 6 huruf (m) UUP yang menyatakan Usaha bank umum
meliputi: menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia .
Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah
pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan.141
Pasal 1 ayat (12) UUP menyatakan:
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Pengertian prinsip syariah berkaitan dengan pembiayaan bagi hasil
adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain
untuk pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah.Pembiayaan yang dilakukan bank syariah berupa transaksi bagi hasil
dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.143
Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk:144
1. Peningkatan ekonomi umat, artinya : masyarakat yang tidak dapat akses secara
ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses
ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya.
2. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya: untuk pengembangan usaha
membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh untuk
melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan
kepada pihak minus dana, sehingga dapat tergulirkan.
3. Meningkatkan produktivitas, artinya : adanya pembiayaan memberikan
peluang bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produksinya.
Sebab upaya produksi tidak akan dpaat jalan tanpa adanya dana.
4. Membuka lapangan kerja baru, artinya: dengan dibukanya sektor-sektor usaha
melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut akan
menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan
kerja baru.
5. Terjadi distribusi pendapatan, artinya: msyarakat usaha produktif mampu
melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari
hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat.
Jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan.
Dalam praktek perbankan syariah, mudharabah lebih cocok digunakan
dibandingkan dengan musyarakah. Musyarakah hanya cocok untuk bank apabila
bank tersebut berfungsi sebagai bank partisipan yang aktif dalam menjalankan
bisnis. Bagi bank, hal tersebut tidak praktis dan merupakan tindakan pemborosan.
Mudharabah bukan hanya cocok dengan bank syariah, namun fungsi pokok
perbankan adalah memberikan modal kepada individu atau kelompok yang ingin
berusaha, dan ini adalah mudharabah.145
Muhammad Syafii Antonio mengidentifikasi manfaat mudharabah
sebagai berikut:146
1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha
nasabah meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan
secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan hasil usaha bank sehingga
bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas
usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-
benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan
benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Dalam al mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank
akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap
berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi
krisis ekonomi.
Bank Indonesia memberikan kewenangan kepada Dewan Syariah
Nasional yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia untuk menetapkan fatwa
tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah.147
Rukun dan syarat mudharabah berdasarkan Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Mudharabah (qirad), yaitu:
1. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola usaha (mudharib) harus cakap
hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak atau akad, dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
i. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit didalam kontrak (akad).
ii. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
iii. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang yang diberikan oleh penyedia dana oleh penyedia
dana kepada pengelola usaha untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai
berikut:
i. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
ii. Modal harus berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal
diberikan dalam bentuk aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
iii. Modal harus diberikan pemilik dana atau bank kepada pengelola usaha
secara tunai, penyerahan tersebut dapat dilakukan secara bertahap atau
keseluruhan sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak atau akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari
modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
i. Keuntungan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh dipersyaratkan hanya
untuk satu pihak.
ii. Bagian keuntungan proposional bagi setiap harus diketahui dan dinyatakan
pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk presentase nisbah
atau nisbah dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus
sesuai kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola usaha (mudharib) sebagai perimbangan modal
yang disediakan oleh penyedia dana atau pemilik modal harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
i. Kegiatan usaha adalah hak ekslusif mudharib, tanpa campur tangan
penyedia dana tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
ii. Penyedia dana atau pemilik modal tidak boleh mempersempit tindakan
pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi terciptanya tujuan
mudharabah yaitu memperoleh keuntungan.
Pengelola usaha tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam
tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi
kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.148
Pembiayaan mudharabah ialah memudharabahkan lagi mudharabah.
Mudharabah ala al Mudharabah, yakni disatu sisi bank melakukan kontrak
mudharabah dengan nasabah penyimpan dana, disisi lain bank melakukan kontrak
mudharabah lagi dengan nasabah yang meminjam dana.149
Kalau kita teliti sebenarnya mudharabah ala al mudharabah adalah wajar.
Bank Syariah tidak mungkin menjalankan sendiri semua proyek yang dibiayai
bank dan wajar jika menyalurkan pada pihak lain. Bank secara implisit telah
mendapatkan persetujuan atau izin dari pemilik modal (nasabah penyimpan dana).
Nasabah penyimpan dana pasti menyadari bahwa bank sebagai lembaga keuangan
yang kegiatannya usahanya diantaranya tidak terlepas dari kegiatan penyaluran
dana. Bank adalah lembaga intermediasi antara mereka yang berlebihan dana dan
mereka yang kukurangan dana, mudharabah dalam praktek didasarkan atas suatu
kontrak antara nasabah (debitur) dengan bank (kreditur). Dengan kontrak itu
berarti telah terjadi penyerahan modal yang diikuti perintah untuk menjalankan
usaha. Bank Syariah sebagai pengelola dana, dan sendiri maupun masyarakat,
bertindak sebagai pemegang mana dan sebagai mudharib, disatu sisi dan shahibul
maal dilain sisi. Dalam usaha menyalurkan dana, bank syariah menyediakan
fasilitas pembiayaan yang aman dan memberikan hasil diantaranya dengan akad
mudharabah antara bank (shahibul maal) dengan nasabah debitur/mudharib
(peminjam dana) yang akan dikelola oleh debitur (mudharib) dengan modal dari
bank.150
Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) yang digunakan
oleh bank syariah dalam penyaluran dana kepada masyarakat menerapkan
mudharabah muqayyadah (restricted investment account) yang bertujuan agar
bank dapat menerapkan prinsip kehati-hatian bank sebagaimana diatur dalam
pasal 2 UUP terhadap nasabah pengelola dana.151 Hal ini karena sebagian besar
dana yang digunakan bank dalam pembiayaan berasal dari dana masyarakat (dana
pihak ketiga).152
Perwujudan prinsip kehati-hatian tersebut diatur dalam rambu-rambu
kesehatan sebagaimana diatur pada pasal 8 jo 29 UUP.153 Pada pasal 8 ayat (1)
UUP mengatur bahwa:
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur
untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud
sesuai dengan yang diperjanjikan.
Pada pasal 29 ayat (3) UUP diatur bahwa Dalam memberikan kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha
lainnya, Bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan
kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada Bank diperjanjikan .
Bank syariah dalam menjalankan usahanya harus sesuai dengan rambu-
rambu kesehatan agar tetap eksis keberadaannya. Penerapan prinsip kehati-hatian
oleh bank syariah tidak lain untuk menjamin keamanan dana masyarakat, yang
akan berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan bank
syariah.154
Setiap pembiayaan yang akan disalurkan kepada nasabah oleh bank
syariah tidak akan lepas dari tahapan-tahapan seperti halnya proses pemberian
kredit oleh bank konvensional. Ada 4 (empat) tahapan yaitu sebagai berikut:155
1. Tahap sebelum pemberian pembiayaan diputuskan oleh bank, yaitu tahap bank
mempertimbangkan permohonan pembiayaan calon pengelola dana,ini disebut
tahap analisa pembiayaan.
2. Tahap setelah pembiayaan diputuskan pemberiannya oleh bank dan kemudian
penuangan keputusan kedalam perjanjian pembiayaan serta dilaksanakannya
pengikatan agunan untuk pembiayaan yang diberikan ini. Tahap ini disebut
tahap dokumentasi pembiayaan.
3. Tahap setelah perjanjian pembiayaan ditandatangani oleh kedua belah pihak
dan dokumentasi pengikatan agunan pembiayaan telah selesai dibuat serta
selama pembiayaan itu digunakan oleh nasabah pengelola dana sampai jangka
waktu pembiayaan belum berakhir. Tahap ini disebut tahap pengawasan dan
pengamanan pembiayaan.
4. Tahap setelah pembiayaan menjadi bermasalah yaitu tahapan penyelamatan
dan penagihan pembiayaan.
Tahap (1), (2) dan (3) adalah tahap-tahap preventif atau tahap-tahap
pencegahan bagi bank agar pembiayaan tidak jadi bermasalah, sedangkan tahap
(4) represif setelah pembiayaan menjadi bermasalah.156
Analisis pembiayaan merupakan langkah penting untuk realisasi
pembiayaan di bank syariah, sebab dari analisa pembiayaan bank syariah dapat
mengukur tingkat kemungkinan pembiayaan tersebut akan mengalami
kegagalan.157 Analisis pembiayaan yang dilakukan oleh pelaksana pembiayaan di
bank syariah, dimaksudkan untuk:158
1. Menilai kelayakan usaha calon peminjam.
2. Menekan risiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan.
3. Menghitung kebutuhan pembiayan yang layak.
Prinsip analisis pembiayaan adalah pedoman-pedoman yang harus
diperhatikan oleh pejabat pembiayaan bank syariah pada saat melakukan analisis
pembiayaan.159 Secara umum, prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada
prinsip 5C (The Five C s Principles of Credit Analysis), yaitu:160
1. Character artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pembiayaan.
2. Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan
mengembalikan pembiayaan yang diambil.
3. Capital artinya besarnya modal yang diperlukan pembiayaan.
4. Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan nasabah
pembiayaan kepada bank.
5. Condition artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak.
Selain prinsip 5 C juga terdapat prinsip 5 P dan 3 R. Prinsip 5 P terdiri
dari: 161
1. Party, yaitu adanya para pihak, yaitu mudharib dan shahibul maal.
Merupakan titik sentral dalam setiap pemberian pembiayaan.
2. Purpose, yaitu tujuan dari pemberian pembiayaan juga sangat penting
diketahui oleh pihak shahibul maal. Apakah pembiayaan tersebut digunakan
untuk tujuan positif yang dapat menaikkan pendapatan perusahaan calon
mudharib dan apakah pembiayaan tersebut benar-benar diperuntukan untuk
tujuan seperti yang diperjanjikan dalam akad pembiayaan.
3. Payment, yaitu diperhatikan apakah sumber pembayaran pembiayaan dari
calon mudharib cukup tersedia dan cukup aman, sehingga diharapkan bahwa
pembiayaan yang akan diluncurkan akan dapat dibayar kembali oleh calon
mudharib yang bersangkutan.
4. Profitability, yaitu unsur perolehan laba usaha calon mudharib penting pula
dalam pemberian pembiayaan agar shahibul maal dapat mengetahui seberapa
besar proyeksi keuntungan yang akan didapat shahibul maal berdasarkan
nisbah yang telah disepakati dan apakah pendapatan perusahaan dapat
menutupi pembayaran kembali pembiayaan.
5. Protection, yaitu perlindungan terhadap pembiayaan oleh perusahaan
mudharib atau jaminan dari holding atau jaminan pribadi pemilik perusahaan.
Dan prinsip 3 R terdiri dari:162
1. Returns, merupakan hasil yang akan diperoleh oleh calon mudharib ketika
pembiayaan telah dimanfaatkan nantinya. Hasil yang diperoleh tersebut
mestinya dapat diantisipasi oleh calon mudharib di awal.
2. Repayment, kemampuan membayar dari calon mudharib, kemampuan tersebut
harus sesuai dengan jadwal pembayaran kembali dari pembiayaan yang akan
diberikan tersebut.
3. Risk Bearing Ability, kemampuan calon mudharib untuk menanggung risiko
dari pembiayaan yang diberikan.
Tujuan analisis pembiayaan tersebut, untuk menyakinkan bank bahwa
pembiayaan yang dimohonkan itu adalah layak dan dapat dipercaya serta tidak
fiktif.163
Suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal
pokok, yaitu :164
1. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?
2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?
3. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila?
4. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?
Secara umum, pembiayaan yang dilakukan bank syariah hanya diberikan
kepada nasabah pengelola dana yang telah memiliki usaha berkembang, dalam
artian pembiayaan tidak akan diberikan kepada usaha yang baru akan dirilis.165
Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah harus dituangkan dalam
bentuk perjanjian tertulis. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam UUP pada Pasal
8 ayat (2) dan Penjelasannya, yang dirumuskan sebagai berikut: Bank Umum
wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia , dan penjelasannya, sebagaimana dirumuskan sebagai berikut: Pokok-
pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain: a.
Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam
bentuk perjanjian tertulis.... . Mengacu pada penjelasan pasal 8 ayat (2) UUP
tersebut, maka dalam praktek perbankan pemberian pembiayaan wajib dituangkan
dalam perjanjian pembiayaan secara tertulis, karena terkait dengan fungsinya
sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya.
2. Perhitungan Bagi Hasil
66
Mudharabah adalah penanaman dana (shahibul maal) kepada pengelola
dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian
menggunakan metode bagi untung (profit sharing) atau metode bagi pendapatan
(net revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah
disepakati.166
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan
syariah terdiri dari dua sistem, yaitu:167
1. Profit Sharing
2. Revenue Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan.
Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah
perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan
lebih besar dari biaya total (total cost).168
Revenue sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata
yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk
kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti
pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.169
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Dan, yang
dimaksud dengan revenue sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan
kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-
biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.170
Dalam profit sharing, keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut
akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas
biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam
dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa
dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan
biaya menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih
(net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost
terhadap total revenue.171
Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan
dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan
dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank. Di dalam revenue
terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit).
Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya
distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.172
Pada umumnya dalam praktek, bank syariah mempergunakan Revenue
Sharing, hal ini sebagai salah satu upaya untuk mengurangi resiko penyelewengan
yang mungkin dilakukan oleh mudharib .173
3. Agunan Pada Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil
Para fuqaha berpendapat bahwa pada prinsipnya dalam akad mudharabah
tidak perlu dan tidak boleh mensyaratkan agunan sebagai jaminan.174 Hal ini
karena mudharabah bukan bersifat hutang melainkan bersifat kerjasama dengan
jaminan kepercayaan antara shahibul maal dan mudharib untuk berbagi hasil.175
Abu Hanifah dan Ahmad mensahkan mudharabah, dimana pelaksanaan
tidak boleh melewati syarat-syarat yang ditentukan. Jika dilanggar, maka wajib
menjaminnya.176 Hal ini merupakan konsekuensi logis dari akad mudharabah
yang didasarkan adanya kepercayaan dari bank syariah (shahibul maal) kepada
nasabah pengelola dana (mudharib) selaku pengemban amanah.177
Perihal jaminan ini sebagaimana diatur dalam fatwa DSN No.07/DSN-
MUI/IV/2000 yang menyatakan Pada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah
tidak ada jaminan namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS
dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya
dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang
disepakati .
Pada pembiayaan mudharabah, jaminannya adalah proyek yang diberikan
pembiayaan tersebut. Jaminan tersebut memberikan keyakinan kepada bank
bahwa nasabahnya mempunyai kemampuan mengembalikan pembiayaan yang
didapatnya.178
Watak nasabah pengelola dana yang satu dengan yang lainnya tidak
selalu sama. Untuk menghindari adanya moral hazard yang timbul dari nasabah
pengelola dana selaku mudharib yang tidak amanah, maka bank syariah selaku
shahibul maal (mudharib yang memudharabahkan lagi) memerlukan jaminan
tambahan yang bertujuan agar nasabah pengelola dana tidak melakukan kesalahan
pengelolaan, kelalaian atau penyimpangan oleh pihak nasabah pengelola dana
seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan yang mengakibatkan
kerugian.179
Jaminan ini akan disita oleh bank syariah jika ternyata timbul kerugian
akibat kesalahan pengelolaan, kelalaian atau penyimpangan oleh pihak nasabah
pengelola dana seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan.180
Pembiayaan mudharabah yang disalurkan oleh bank syariah (Mudharabah
ala al Mudharabah) menurut sebagian ahli hukum Islam merupakan suatu
pelanggaran karena memudharabahkan lagi akad mudharabah, dan baru boleh
dilaksanakan dengan syarat tertentu yaitu mudharabah pertama haruslah
mudharabah mutlak (mudharabah mutlaqah) atau mudharabah terikat yang tidak
ada syarat melarang untuk memudharabahkan lagi, menjamin jika ada kerugian,
memberikan bagian bila terdapat keuntungan. Bagi mudharib yang menyerahkan
modal mudharabah pada mudharib yang lain, kewajiban untuk menjamin pada
pemilik modal (shahibul maal) jika terjadi kerugian, dan jika menguntungkan
ketentuan pembagiannya menurut persyaratan shahibul maal (pemilik modal).181
Oleh karena itu, akad mudharabah dalam simpanan antara nasabah
penyimpan dana (shahibul maal) dengan bank syariah (mudharib) dibuat dalam
akad mudharabah mutlaqah (unrestricted investment account) dan akad
mudharabah dalam pembiayaan dibuat dalam akad mudharabah muqayadah
(restricted investment account).182
Adanya agunan untuk mengurangi risiko. Hal ini tercermin dari
instrumen analisa yang dinamakan The Five C s Principles of Credit Analysis ,
yang salah satunya adalah collateral (agunan). Mengingat agunan, menjadi salah
satu unsur jaminan pemberian pembiayaan yang bersifat ekonomis. Bersifat
ekonomis disini, adalah apabila mudharib tidak dapat melunasi hutangnya pada
waktu yang ditentukan dalam perjanjian, maka agunan berfungsi untuk
memberikan hak dan kekuasaan kepada bank, guna mendapatkan pelunasan dari
barang-barang agunan tersebut.183
Sehingga agunan merupakan hal penting untuk diperhitungkan bagi bank
karena agunan merupakan sumber pelunasan yang biasa disebut dengan second
way out selain usaha nasabah yang menghasilkan pendapatan yang disebut first
way out bilamana nasabah mengalami kegagalan pembiayaan syariah. Second way
out berupa jaminan tertentu atas suatu benda, apabila terjadi pembiayaan
bermasalah, bank berhak menjual benda agunan yang dibebani dengan hak
jaminan dan mengambil hasil penjualan atas benda tersebut sebagai sumber
pelunasan pembiayaan.184
Hal ini mengingat dana yang dipergunakan oleh bank syariah berasal
dari dana masyarakat yang telah dititipkan pada bank, sehingga bank syariah
dalam memberikan pembiayaan wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan
bank dan kepentingan nasabahnya yang telah mempercayakan dananya. Selain itu
juga adanya keharusan bagi setiap bank untuk terus menjaga kesehatannya dan
memelihara kepercayaan masyarakat padanya..185
Sehingga mengenai agunan berlaku prinsip Al Mashaalih Al Mursalah
yaitu mengacu pada kebutuhan, kepentingan, kebaikan dan maslahat umum
selama tidak bertentangan dengan prinsip dalil, dan membawa pada kebaikan
bersama yang tidak berdampak menyulitkan serta merugikan orang atau pihak lain
secara umum.186
Masalah barang agunan diatur dalam Al Qur an pada surat Al Baqarah
ayat 283 : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah / jual beli tidak secara
tunai), sedang kamu memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang . Hadits Nabi dari Aisyah
bahwasanya Nabi Muhammad SAW pernah membeli bahan makanan dari seorang
Yahudi dengan hutang dan beliau memberikan baju besinya sebagai jaminan (HR.
Bukhari, Muslim dan Nasa i). Sehingga dari uraian tersebut bank syariah dapat
meminta agunan atas pembiayaan yang diberikan kepada nasabah sebagaimana
diatur pada pasal 8 Undang-undang Perbankan.187
Terhadap tambahan jaminan yang berupa agunan kebendaan bank dapat
melakukan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut: 188
1. Melakukan identifikasi terhadap jenis agunan;
2. Memeriksa kepemilikan anggunan tersebut serta dokumen agunan yang
menyertainya;
3. Agunan tersebut tidak dalam pihak lain;
4. Kewajaran penilaian agunan dengan pembiayaan yang diberikan.
No comments:
Post a Comment