Saturday 22 August 2015

PRINSIP BAGI HASIL DI BANK SYARIAH

PRINSIP BAGI HASIL DI BANK SYARIAH

Ide dasar pengembangan prinsip syariah pada perbankan didasari

keinginan umat muslim untuk menjadi muslim yang kaffah. Dengan benar-benar

menjalankan syariah Islam dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk hal-hal

yang berkaitan dengan muamalah.135 Dengan adanya doktrin dalam syariah Islam

yang mengatakan bahwa bunga bank adalah haram karena termasuk riba.136

Sehingga diperlukan altenatif operasional perbankan yang berdasarkan syariah.

Teknik-teknik finansial yang dikembangkan dalam perbankan syariah adalah

tehnik-tehnik finansial yang tidak didasarkan bunga, tetapi didasarkan pada profit

and loss sharing principle (PLS).137

Prinsip utama yang dianut oleh bank Islam adalah:138

1. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi.

2. Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada perolehan

keuntungan yang sah menurut syariat dan memberikan zakat.

Perbankan tanpa bunga sebagai lembaga intermediasi mulai diakui

dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang aturan

pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang
Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.139 Dengan adanya UUP, landasan hukum

operasional bank syariah lebih jelas dan lebih luas dalam pengembangan bank

tanpa bunga yang disebut Bank berdasarkan prinsip syariah.140 Hal ini dapat

dilihat dalam pasal 6 huruf (m) UUP yang menyatakan Usaha bank umum

meliputi: menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan

Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia .

Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu

pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik

dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah

pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah

direncanakan.141

Pasal 1 ayat (12) UUP menyatakan:

Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Pengertian prinsip syariah berkaitan dengan pembiayaan bagi hasil

adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain

untuk pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai

dengan syariah.Pembiayaan yang dilakukan bank syariah berupa transaksi bagi hasil

dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.143

Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk:144


1. Peningkatan ekonomi umat, artinya : masyarakat yang tidak dapat akses secara

ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses

ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya.


2. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya: untuk pengembangan usaha

membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh untuk

melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan

kepada pihak minus dana, sehingga dapat tergulirkan.


3. Meningkatkan produktivitas, artinya : adanya pembiayaan memberikan

peluang bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produksinya.

Sebab upaya produksi tidak akan dpaat jalan tanpa adanya dana.


4. Membuka lapangan kerja baru, artinya: dengan dibukanya sektor-sektor usaha

melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut akan

menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan

kerja baru.


5. Terjadi distribusi pendapatan, artinya: msyarakat usaha produktif mampu

melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari

hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat.

Jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan.


Dalam praktek perbankan syariah, mudharabah lebih cocok digunakan

dibandingkan dengan musyarakah. Musyarakah hanya cocok untuk bank apabila

bank tersebut berfungsi sebagai bank partisipan yang aktif dalam menjalankan

bisnis. Bagi bank, hal tersebut tidak praktis dan merupakan tindakan pemborosan.

Mudharabah bukan hanya cocok dengan bank syariah, namun fungsi pokok

perbankan adalah memberikan modal kepada individu atau kelompok yang ingin

berusaha, dan ini adalah mudharabah.145

Muhammad Syafii Antonio mengidentifikasi manfaat mudharabah

sebagai berikut:146


1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha

nasabah meningkat.


2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan

secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan hasil usaha bank sehingga

bank tidak akan pernah mengalami negative spread.


3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas

usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.

4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-

benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan

benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.


5. Dalam al mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank

akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap

berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi

krisis ekonomi.


Bank Indonesia memberikan kewenangan kepada Dewan Syariah

Nasional yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia untuk menetapkan fatwa

tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melaksanakan kegiatan

usaha berdasarkan prinsip syariah.147

Rukun dan syarat mudharabah berdasarkan Fatwa Dewan Syariah

Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Pembiayaan Mudharabah (qirad), yaitu:

1. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola usaha (mudharib) harus cakap

hukum.

2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk

menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak atau akad, dengan

memperhatikan hal-hal berikut:

i. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit didalam kontrak (akad).

ii. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.

iii. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan

menggunakan cara-cara komunikasi modern.

3. Modal ialah sejumlah uang yang diberikan oleh penyedia dana oleh penyedia

dana kepada pengelola usaha untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai

berikut:

i. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.

ii. Modal harus berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal

diberikan dalam bentuk aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.

iii. Modal harus diberikan pemilik dana atau bank kepada pengelola usaha

secara tunai, penyerahan tersebut dapat dilakukan secara bertahap atau

keseluruhan sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak atau akad.

4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari

modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:

i. Keuntungan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh dipersyaratkan hanya

untuk satu pihak.

ii. Bagian keuntungan proposional bagi setiap harus diketahui dan dinyatakan

pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk presentase nisbah

atau nisbah dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus

sesuai kesepakatan.

5. Kegiatan usaha oleh pengelola usaha (mudharib) sebagai perimbangan modal

yang disediakan oleh penyedia dana atau pemilik modal harus memperhatikan

hal-hal sebagai berikut:
i. Kegiatan usaha adalah hak ekslusif mudharib, tanpa campur tangan

penyedia dana tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

ii. Penyedia dana atau pemilik modal tidak boleh mempersempit tindakan

pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi terciptanya tujuan

mudharabah yaitu memperoleh keuntungan.

Pengelola usaha tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam

tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi

kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.148


Pembiayaan mudharabah ialah memudharabahkan lagi mudharabah.

Mudharabah ala al Mudharabah, yakni disatu sisi bank melakukan kontrak

mudharabah dengan nasabah penyimpan dana, disisi lain bank melakukan kontrak

mudharabah lagi dengan nasabah yang meminjam dana.149


Kalau kita teliti sebenarnya mudharabah ala al mudharabah adalah wajar.

Bank Syariah tidak mungkin menjalankan sendiri semua proyek yang dibiayai

bank dan wajar jika menyalurkan pada pihak lain. Bank secara implisit telah

mendapatkan persetujuan atau izin dari pemilik modal (nasabah penyimpan dana).

Nasabah penyimpan dana pasti menyadari bahwa bank sebagai lembaga keuangan

yang kegiatannya usahanya diantaranya tidak terlepas dari kegiatan penyaluran

dana. Bank adalah lembaga intermediasi antara mereka yang berlebihan dana dan

mereka yang kukurangan dana, mudharabah dalam praktek didasarkan atas suatu

kontrak antara nasabah (debitur) dengan bank (kreditur). Dengan kontrak itu
berarti telah terjadi penyerahan modal yang diikuti perintah untuk menjalankan

usaha. Bank Syariah sebagai pengelola dana, dan sendiri maupun masyarakat,

bertindak sebagai pemegang mana dan sebagai mudharib, disatu sisi dan shahibul

maal dilain sisi. Dalam usaha menyalurkan dana, bank syariah menyediakan

fasilitas pembiayaan yang aman dan memberikan hasil diantaranya dengan akad

mudharabah antara bank (shahibul maal) dengan nasabah debitur/mudharib

(peminjam dana) yang akan dikelola oleh debitur (mudharib) dengan modal dari

bank.150


Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) yang digunakan

oleh bank syariah dalam penyaluran dana kepada masyarakat menerapkan

mudharabah muqayyadah (restricted investment account) yang bertujuan agar

bank dapat menerapkan prinsip kehati-hatian bank sebagaimana diatur dalam

pasal 2 UUP terhadap nasabah pengelola dana.151 Hal ini karena sebagian besar

dana yang digunakan bank dalam pembiayaan berasal dari dana masyarakat (dana

pihak ketiga).152


Perwujudan prinsip kehati-hatian tersebut diatur dalam rambu-rambu

kesehatan sebagaimana diatur pada pasal 8 jo 29 UUP.153 Pada pasal 8 ayat (1)

UUP mengatur bahwa:

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur
untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud
sesuai dengan yang diperjanjikan.

Pada pasal 29 ayat (3) UUP diatur bahwa Dalam memberikan kredit

atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha

lainnya, Bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan

kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada Bank diperjanjikan .

Bank syariah dalam menjalankan usahanya harus sesuai dengan rambu-

rambu kesehatan agar tetap eksis keberadaannya. Penerapan prinsip kehati-hatian

oleh bank syariah tidak lain untuk menjamin keamanan dana masyarakat, yang

akan berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan bank

syariah.154


Setiap pembiayaan yang akan disalurkan kepada nasabah oleh bank

syariah tidak akan lepas dari tahapan-tahapan seperti halnya proses pemberian

kredit oleh bank konvensional. Ada 4 (empat) tahapan yaitu sebagai berikut:155


1. Tahap sebelum pemberian pembiayaan diputuskan oleh bank, yaitu tahap bank

mempertimbangkan permohonan pembiayaan calon pengelola dana,ini disebut

tahap analisa pembiayaan.


2. Tahap setelah pembiayaan diputuskan pemberiannya oleh bank dan kemudian

penuangan keputusan kedalam perjanjian pembiayaan serta dilaksanakannya

pengikatan agunan untuk pembiayaan yang diberikan ini. Tahap ini disebut

tahap dokumentasi pembiayaan.


3. Tahap setelah perjanjian pembiayaan ditandatangani oleh kedua belah pihak

dan dokumentasi pengikatan agunan pembiayaan telah selesai dibuat serta

selama pembiayaan itu digunakan oleh nasabah pengelola dana sampai jangka

waktu pembiayaan belum berakhir. Tahap ini disebut tahap pengawasan dan

pengamanan pembiayaan.


4. Tahap setelah pembiayaan menjadi bermasalah yaitu tahapan penyelamatan

dan penagihan pembiayaan.


Tahap (1), (2) dan (3) adalah tahap-tahap preventif atau tahap-tahap

pencegahan bagi bank agar pembiayaan tidak jadi bermasalah, sedangkan tahap

(4) represif setelah pembiayaan menjadi bermasalah.156


Analisis pembiayaan merupakan langkah penting untuk realisasi

pembiayaan di bank syariah, sebab dari analisa pembiayaan bank syariah dapat

mengukur tingkat kemungkinan pembiayaan tersebut akan mengalami

kegagalan.157 Analisis pembiayaan yang dilakukan oleh pelaksana pembiayaan di

bank syariah, dimaksudkan untuk:158


1. Menilai kelayakan usaha calon peminjam.


2. Menekan risiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan.


3. Menghitung kebutuhan pembiayan yang layak.


Prinsip analisis pembiayaan adalah pedoman-pedoman yang harus

diperhatikan oleh pejabat pembiayaan bank syariah pada saat melakukan analisis
pembiayaan.159 Secara umum, prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada

prinsip 5C (The Five C s Principles of Credit Analysis), yaitu:160


1. Character artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pembiayaan.


2. Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan

mengembalikan pembiayaan yang diambil.


3. Capital artinya besarnya modal yang diperlukan pembiayaan.


4. Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan nasabah

pembiayaan kepada bank.


5. Condition artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak.


Selain prinsip 5 C juga terdapat prinsip 5 P dan 3 R. Prinsip 5 P terdiri

dari: 161


1. Party, yaitu adanya para pihak, yaitu mudharib dan shahibul maal.

Merupakan titik sentral dalam setiap pemberian pembiayaan.

2. Purpose, yaitu tujuan dari pemberian pembiayaan juga sangat penting

diketahui oleh pihak shahibul maal. Apakah pembiayaan tersebut digunakan

untuk tujuan positif yang dapat menaikkan pendapatan perusahaan calon

mudharib dan apakah pembiayaan tersebut benar-benar diperuntukan untuk

tujuan seperti yang diperjanjikan dalam akad pembiayaan.

3. Payment, yaitu diperhatikan apakah sumber pembayaran pembiayaan dari

calon mudharib cukup tersedia dan cukup aman, sehingga diharapkan bahwa
pembiayaan yang akan diluncurkan akan dapat dibayar kembali oleh calon

mudharib yang bersangkutan.

4. Profitability, yaitu unsur perolehan laba usaha calon mudharib penting pula

dalam pemberian pembiayaan agar shahibul maal dapat mengetahui seberapa

besar proyeksi keuntungan yang akan didapat shahibul maal berdasarkan

nisbah yang telah disepakati dan apakah pendapatan perusahaan dapat

menutupi pembayaran kembali pembiayaan.

5. Protection, yaitu perlindungan terhadap pembiayaan oleh perusahaan

mudharib atau jaminan dari holding atau jaminan pribadi pemilik perusahaan.

Dan prinsip 3 R terdiri dari:162


1. Returns, merupakan hasil yang akan diperoleh oleh calon mudharib ketika

pembiayaan telah dimanfaatkan nantinya. Hasil yang diperoleh tersebut

mestinya dapat diantisipasi oleh calon mudharib di awal.

2. Repayment, kemampuan membayar dari calon mudharib, kemampuan tersebut

harus sesuai dengan jadwal pembayaran kembali dari pembiayaan yang akan

diberikan tersebut.

3. Risk Bearing Ability, kemampuan calon mudharib untuk menanggung risiko

dari pembiayaan yang diberikan.

Tujuan analisis pembiayaan tersebut, untuk menyakinkan bank bahwa

pembiayaan yang dimohonkan itu adalah layak dan dapat dipercaya serta tidak

fiktif.163
Suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal

pokok, yaitu :164


1. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?

2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?

3. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila?

4. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?

Secara umum, pembiayaan yang dilakukan bank syariah hanya diberikan

kepada nasabah pengelola dana yang telah memiliki usaha berkembang, dalam

artian pembiayaan tidak akan diberikan kepada usaha yang baru akan dirilis.165


Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah harus dituangkan dalam

bentuk perjanjian tertulis. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam UUP pada Pasal

8 ayat (2) dan Penjelasannya, yang dirumuskan sebagai berikut: Bank Umum

wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia , dan penjelasannya, sebagaimana dirumuskan sebagai berikut: Pokok-

pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain: a.

Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam

bentuk perjanjian tertulis.... . Mengacu pada penjelasan pasal 8 ayat (2) UUP

tersebut, maka dalam praktek perbankan pemberian pembiayaan wajib dituangkan

dalam perjanjian pembiayaan secara tertulis, karena terkait dengan fungsinya

sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya.
2. Perhitungan Bagi Hasil




66


Mudharabah adalah penanaman dana (shahibul maal) kepada pengelola

dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian

menggunakan metode bagi untung (profit sharing) atau metode bagi pendapatan

(net revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah

disepakati.166


Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan

syariah terdiri dari dua sistem, yaitu:167


1. Profit Sharing


2. Revenue Sharing


Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan.

Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah

perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan

lebih besar dari biaya total (total cost).168


Revenue sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata

yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk
kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti

pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.169


Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil

didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan

biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Dan, yang

dimaksud dengan revenue sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan

kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-

biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.170


Dalam profit sharing, keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut

akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas

biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam

dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa

dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan

biaya menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih

(net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost

terhadap total revenue.171


Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan

dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan

dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank. Di dalam revenue

terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit).
Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya

distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.172


Pada umumnya dalam praktek, bank syariah mempergunakan Revenue

Sharing, hal ini sebagai salah satu upaya untuk mengurangi resiko penyelewengan

yang mungkin dilakukan oleh mudharib .173





3. Agunan Pada Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil

Para fuqaha berpendapat bahwa pada prinsipnya dalam akad mudharabah

tidak perlu dan tidak boleh mensyaratkan agunan sebagai jaminan.174 Hal ini

karena mudharabah bukan bersifat hutang melainkan bersifat kerjasama dengan

jaminan kepercayaan antara shahibul maal dan mudharib untuk berbagi hasil.175


Abu Hanifah dan Ahmad mensahkan mudharabah, dimana pelaksanaan

tidak boleh melewati syarat-syarat yang ditentukan. Jika dilanggar, maka wajib

menjaminnya.176 Hal ini merupakan konsekuensi logis dari akad mudharabah

yang didasarkan adanya kepercayaan dari bank syariah (shahibul maal) kepada

nasabah pengelola dana (mudharib) selaku pengemban amanah.177


Perihal jaminan ini sebagaimana diatur dalam fatwa DSN No.07/DSN-

MUI/IV/2000 yang menyatakan Pada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah

tidak ada jaminan namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS

dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya

dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang

disepakati .


Pada pembiayaan mudharabah, jaminannya adalah proyek yang diberikan

pembiayaan tersebut. Jaminan tersebut memberikan keyakinan kepada bank

bahwa nasabahnya mempunyai kemampuan mengembalikan pembiayaan yang

didapatnya.178


Watak nasabah pengelola dana yang satu dengan yang lainnya tidak

selalu sama. Untuk menghindari adanya moral hazard yang timbul dari nasabah

pengelola dana selaku mudharib yang tidak amanah, maka bank syariah selaku

shahibul maal (mudharib yang memudharabahkan lagi) memerlukan jaminan

tambahan yang bertujuan agar nasabah pengelola dana tidak melakukan kesalahan

pengelolaan, kelalaian atau penyimpangan oleh pihak nasabah pengelola dana

seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan yang mengakibatkan

kerugian.179

Jaminan ini akan disita oleh bank syariah jika ternyata timbul kerugian

akibat kesalahan pengelolaan, kelalaian atau penyimpangan oleh pihak nasabah

pengelola dana seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan.180


Pembiayaan mudharabah yang disalurkan oleh bank syariah (Mudharabah

ala al Mudharabah) menurut sebagian ahli hukum Islam merupakan suatu

pelanggaran karena memudharabahkan lagi akad mudharabah, dan baru boleh

dilaksanakan dengan syarat tertentu yaitu mudharabah pertama haruslah

mudharabah mutlak (mudharabah mutlaqah) atau mudharabah terikat yang tidak

ada syarat melarang untuk memudharabahkan lagi, menjamin jika ada kerugian,

memberikan bagian bila terdapat keuntungan. Bagi mudharib yang menyerahkan

modal mudharabah pada mudharib yang lain, kewajiban untuk menjamin pada

pemilik modal (shahibul maal) jika terjadi kerugian, dan jika menguntungkan

ketentuan pembagiannya menurut persyaratan shahibul maal (pemilik modal).181


Oleh karena itu, akad mudharabah dalam simpanan antara nasabah

penyimpan dana (shahibul maal) dengan bank syariah (mudharib) dibuat dalam

akad mudharabah mutlaqah (unrestricted investment account) dan akad

mudharabah dalam pembiayaan dibuat dalam akad mudharabah muqayadah

(restricted investment account).182

Adanya agunan untuk mengurangi risiko. Hal ini tercermin dari

instrumen analisa yang dinamakan The Five C s Principles of Credit Analysis ,

yang salah satunya adalah collateral (agunan). Mengingat agunan, menjadi salah

satu unsur jaminan pemberian pembiayaan yang bersifat ekonomis. Bersifat

ekonomis disini, adalah apabila mudharib tidak dapat melunasi hutangnya pada

waktu yang ditentukan dalam perjanjian, maka agunan berfungsi untuk

memberikan hak dan kekuasaan kepada bank, guna mendapatkan pelunasan dari

barang-barang agunan tersebut.183
Sehingga agunan merupakan hal penting untuk diperhitungkan bagi bank

karena agunan merupakan sumber pelunasan yang biasa disebut dengan second

way out selain usaha nasabah yang menghasilkan pendapatan yang disebut first

way out bilamana nasabah mengalami kegagalan pembiayaan syariah. Second way

out berupa jaminan tertentu atas suatu benda, apabila terjadi pembiayaan

bermasalah, bank berhak menjual benda agunan yang dibebani dengan hak

jaminan dan mengambil hasil penjualan atas benda tersebut sebagai sumber

pelunasan pembiayaan.184

Hal ini mengingat dana yang dipergunakan oleh bank syariah berasal

dari dana masyarakat yang telah dititipkan pada bank, sehingga bank syariah

dalam memberikan pembiayaan wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan

bank dan kepentingan nasabahnya yang telah mempercayakan dananya. Selain itu

juga adanya keharusan bagi setiap bank untuk terus menjaga kesehatannya dan

memelihara kepercayaan masyarakat padanya..185

Sehingga mengenai agunan berlaku prinsip Al Mashaalih Al Mursalah

yaitu mengacu pada kebutuhan, kepentingan, kebaikan dan maslahat umum

selama tidak bertentangan dengan prinsip dalil, dan membawa pada kebaikan

bersama yang tidak berdampak menyulitkan serta merugikan orang atau pihak lain

secara umum.186

Masalah barang agunan diatur dalam Al Qur an pada surat Al Baqarah

ayat 283 : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah / jual beli tidak secara
tunai), sedang kamu memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang

tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang . Hadits Nabi dari Aisyah

bahwasanya Nabi Muhammad SAW pernah membeli bahan makanan dari seorang

Yahudi dengan hutang dan beliau memberikan baju besinya sebagai jaminan (HR.

Bukhari, Muslim dan Nasa i). Sehingga dari uraian tersebut bank syariah dapat

meminta agunan atas pembiayaan yang diberikan kepada nasabah sebagaimana

diatur pada pasal 8 Undang-undang Perbankan.187

Terhadap tambahan jaminan yang berupa agunan kebendaan bank dapat

melakukan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut: 188

1. Melakukan identifikasi terhadap jenis agunan;

2. Memeriksa kepemilikan anggunan tersebut serta dokumen agunan yang

menyertainya;

3. Agunan tersebut tidak dalam pihak lain;

4. Kewajaran penilaian agunan dengan pembiayaan yang diberikan.

No comments:

Post a Comment